Jenis Jenis Goi
Sudjianto dan Dahidi(2007:98) ) dalam Pengantar Linguistik Bahasa Jepang menjelaskan bahwa : Kosakata atau goi dapat diklasifikasikan berdasrkan pada cara-cara, standar atau sudut pandang apa kita melihatnya.Misalnya berdasarkan karakteristik gramatikalnya terdapat kata-kata yang tergolong doushi (verba), i-keiyoushi atau ada yang menyebutnya keiyoushi (ajektiva i), na-keiyoushi atau ada yang menyebutnya keiyoudoushi (ajektiva na). meishi (nomina), rentaishi (prenomina), fukushi (adverbia), kandoushi (interjeksi), setsuzokushi (konjungsi), jodoushi (verba bantu), dan joshi (pertikel).
Kosakata dapat juga diklasifikasikan berdasarkan para penuturnya dilihat dari faktor usia, jenis kelamin dan sebagainya.
Lalu berdasarkan pekerjaan atau bidang keahliannya di dalam bahasa Jepang terdapat beberapa senmon yoogo(istilah-istilah teknis atau istilah-istilah bidang keahlian) termasuk didalamnya kata-kata yang termasuk bidang kedokteran, pertanian, teknik, perekonomian, peternakan dan sebagainya.
Selain itu ada juga klasifikasi kosakata berdasarkan perbedaan zaman dan wilayah penuturnya sehingga ada kata-kata yang tergolong bah asa klasik, bahasa modern, dialek Hiroshima, dialek Kansai, dialek Tokyo, dan sebagainya.
Bahkan ada juga yang mengklasifikasikan kosakata pada hyoogen goi, rikai goi, kihon goi, kiso goi, doo’on igigo, ruigigo, keigo yang didalamnya mencakup kosakata sonkeigo, kenjoogo, teineigo, dan sebagainya.
Dilihat dari asal-usulnya kosakata dalam bahasa Jepang terdiri dari wago, kango, dan gairaigo. Iwabuchi dalam Sudjianto dan Dahidi(2007:99) menyatakan bahwa “klasifikasi kata berdasarkan asal-usulnya seperti ini disebut juga goshu”. Untuk lebih jelasnya lagi mengenai jenis-jenis kosakata tersebut dapat kita lihat pada penjelasan berikut ini.
1. Wago
Wago adalah kata-kata bahasa Jepang asli yang sudah ada sebelum kango dan gaikokugo masuk ke Jepang.Menurut Tanimitsu dalam Sudjianto dan Dahidi(2007:99) “semua joshi dan jodooshi dan sebagian besar adjektiva, konjungsi dan interjeksi adalah wago”.
Menurut Ishida dan Sudjianto dan Dahidi(2007:100), dibadingkan dengan jenis goi lainnya, wago memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Banyak kata yang terdiri dari satu atau dua mora
- Terlihat adanya peubahan bunyi pada kata yang digabungkan, seperti : Ame → Amagasa, Ki → Kodachi, Sake → Sakamori
- Tidak ada kata yang memiliki silabel dakuon dan ragyoo’on(bunyi silabel ra, ri, ru, re, ro) pada awal katanya.
- Banyak kata-kata yang secara simbolik mengambil tiruan bunyi terutama gitaigo seperti ussura, honnori, daraari dan sebagainya.
- Tersebar pada semua kelas kata, terutama kelas kata verba sebagian besar wago.
- Banyak kata-kata yang menyatakan benda konkrit, sedangkan kata-kata abstrak sedikit
- Banyak kata-kata yang menyatakan hujan, tumbuhan, binatang dan sebagainya.
- Merupakan kata-kata yang biasa digunakan sehari-hari
- Tidak mempunyai kekuatan untuk menyatakan sesuatu secara tepat. Oleh karena itu ada kata-kata yang memiliki car abaca yang sama tetapi mempunyai bentuk kanji yang berebda seperti kata みる → 見る、診る、観る、看る、視る.
2. Kango
Sudjianto dan Dahidi(2007:101) mengemukakan bahwa “di dalam ragam tulisan, kango ditulis dengan huruf kanji(yang dibaca dengan cara on’yomi) atau dengan huruf hiragana”.Dari sejarahnya Tanimitsu dalam Sudjianto dan Dahidi(2007:101) menyebutkan bahwa ‘pada mulanya kango disampaikan dari Cina, lalu bangsa Jepang memakainya sebagai bahasa sendiri, namun tidak jelas pada zaman apa hal itu terjadi’.
Dengan demikian Sudjianto dan Dahidi(2007:103) menyimpulkan bahwa “kango merupakan kata-kata yang menyerap secara mendalam didalam kehidupan orang Jepang dengan melewati waktu yang panjang”.
Apabila melihat asal-usulnya kango tampaknya tidak berbeda dengan gairaigo karena sama-sama berasal dari bahasa asing.
Tetapi karena kango memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dengan gairaigo maka kango menjadi jenis kosakata tersendiri. Ishida Toshiko dalam Sudjianto dan Dahidi(2007:103) menyebutkan karakteristik kango sebagai berikut :
- Kango adalah kata-kata yang dibaca dengan onyomi yang terdiri dari satu buah huruf kanji atau yang merupakan gabungan dua buah huruf kanji atau lebih.
- Di dalam cara membaca on’yomi juga ada go’on(cara pelafalan pada waktu dinasti Wu), kan’on(cara pelafalan pada waktu dinasti Han), dan tan’on(cara pelafalan pada waktu dinasti Tang), maka terdapat bemacam-macam cara baca.
- Pada awal kata banyak yang memakai silabel dakuon, namun tidak ada yang memakai silabel handakuon.
- Banyak bunyi yoo’on dan choo’on.
- Dapat membuat kata-kata panjang dengan menggabungkan berbagai kango.
- Banyak kelas kata nomina terutama kata-kata mengenai aktifitas manusia dan nomina abstrak.
- Bersifat bunshoogo ‘bahasa tulisan/sastra’.
- Dipakai secara rinci atau detail berdasarkan objek.
- Banyak doo’ongo dan ruigigo.
- Bertambah secara drastic setelah zaman Meiji.
3. Gairaigo
Gairaigo adalah kata-kata yang berasal dari bahasa asing(gaikokugo) lalu dipakai sebagai bahasa nasional(kokugo).Kindaichi dalam Sudjianto dan Dahidi(2007:104) mengemukakan bahwa ‘kata-kata yang termasuk gairaigo bahasa Jepang pada umumnya adalah kata-kata yang berasal dari negara-negara Eropa, tidak termasuk kango yang terlebih dahulu dipakai di dalam bahasa Jepang sejak dahulu kala’.
Secara singkat Hiroshi dalam Sudjianto dan Dahidi(2007:104) menambahkan bahwa ‘kata-kata yang diambil dari bahasa asing yang sudah dimasukkan ke dalam system bahasa Jepang disebut gairaigo atau shakuyoogo’.
Berdasarkan definisi diatas Sudjianto dan Dahidi(2007:104) lalu menyimpulkan bahwa “gairaigo adalah salah satu jenis kosakata bahasa Jepang yang berasal dari bahasa asing yang telah disesuaikan dengan aturan-aturan yang ada dalam bahasa Jepang”.
Dari karakteristiknya Ishida dalam Sudjianto dan Dahidi(2007:105) memberikan ciri-ciri gairaigo sebagai berikut :
- Gairaigo ditulis dengan menggunakan huruf katakana
- Terlihat kecenderungan pemakaian gairaigo pada bidang dan lapisan masyarakat yang cukup terbatas, frekuensi pemakaiannya juga rendah
- Nomina konkrit relatif banyak
- Ada juga gairaigo buatan Jepang
- Banyak kata yang dimulai dengan bunyi dakuon.
Hal lain yang dapat dijadikan karakteristik gairaigo di dalam bahasa Jepang adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemendekan gairaigo, perubahan kelas kata pada gairaigo, penambahan sufiks na pada gairaigo kelas kata adjektiva, dan pergeseran makna yang terjadi pada gairaigo.
4. Konshugo
Sudjianto dan Dahidi(2007:108) mengemukakan bahwa “selain wago, kango, dan gairaigo ada juga konshugo yang sering disebut sebagai salah satu jenis kosakata dalam bahasa Jepang”.Konshugo adalah kelompok kosakata yang terbentuk sebagai gabungan dari dua buah kata yang memiliki asal-usul yang berbeda seperti gabungan kango dengan wago, kango dengan gairaigo, atau wago dengan gairaigo.
Kelompok Pembentuk Konshugo
Masaaki dalam Sudjianto dan Dahidi(2007:108) menjelaskan bahwa pada dasarnya konshugo terdiri atas tiga macam gabungan sebagai berikut :a) Kango dengan wago, misalnya :
1) nimotsu, fumidai, mizu shoobai, hikiagesha, miai kekon2) bangumi, honbako, kinenbi, roodoo kumiai
b) Kango dengan gairaigo, misalnya :
1) Ikamera, gyaku koosu, tennen gasu, roojin hoomu2) Taunshi, mikisaasha, hausu saibai, jetto kiryuu
c) Wago dengan gairaigo, misalnya :
1) Uchigeba, tsukiroketto, oogata purojekuto2) Beniyaita, sutoyaburi, janbo takarakuji
Selain itu, ada juga konshugo yang mengandung tiga jenis kosakata seperti pada kata namabiirutoo.
Lalu pada kata majemuk yang berasal dari beberapa gairaigo, ada juga yang terbentuk dari bahasa-bahasa yang berbeda seperti soro hoomaa (bahasa Itali ditambah bahasa Inggris) dan arubaito saron (bahasa Jerman ditambah bahasa Prancis).
Tetapi menurut Nomura dalam Sudjianto dan Dahidi(2007:109) “jenis kata majemuk ini tidak disebut kenshugo”.
Kiso Goi dan Kihon Goi
Secara konseptual kosakata dalam bahasa Jepang dapat dibedakan menjadi dua jenis kosakata yaitu kiso goi(kosakata dasar) dan kihon goi(kosakata pokok).Menurut Iwabuchi dalam Sudjianto dan Dahidi, kiso goi dapat didefinisikan sebagai ‘jenis goi yang memilih kata-kata pokok dalam jumlah tertentu secara subjektif dan sistematis untuk tujuan tertentu dari dalam bahasa tertentu’(2007:109).
Kunio dalam Sudjianto dan Dahidi mengemukakan bahwa ‘kiso goi(basic vocabulary) ditentukan berdasarkan pertimbangan atau keputusan subjektif peneliti atau pendidik yang memiliki suatu tujuan’(2007:109).
Ishida dalam Sudjianto dan Dahidi lalu menambahkan bahwa ‘kiso goi pada umumnya dipakai pada waktu menunjukkan goi dalam jumlah tertentu yang dipilih dengan pertimbangan subjektif’(2007:109).
Singkatnya kiso goi merupakan kumpulan kata yang memiliki fungsi sebagai ungkapan bahasa yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari dan ditentukan berdasarkan bidang ilmunya dengan cara menggabungkan kata-kata yang terbatas pada jumlah tertentu.
Sudjianto dan Dahidi lalu menambahkan, “Karena kosakatanya terbatas maka ada kalanya menjadi cara pengucapan yang tidak alamiah, tetapi apabila artinya dimengerti maka dianggap bagus”(2007:109).
Berbeda dengan kiso goi, Ishida dalam Sudjianto dan Dahidi mendefinisikan kihon goi sebagai ‘kelompok goi yang dipilih untuk tujuan tertentu, namun menunjukkan goi yang berdasarkan kepada penelitian goi secara objektif’(2007:109).
Lebih jelasnya lagi Iwabuchi dalam Sudjianto dan Dahidi menerangkan bahwa ‘di antara sekian banyak goi yang secara mendasar dipergunakan pada saat melaksanakan kehidupan kebahasaan disebut kihon goi’(2007:110).
Menurut Sudjianto dan Dahidi “kihon goi (fundamental vocabulary) memang dipilih untuk suatu tujuan, namun pada umumnya berdasarkan pada hasil penelitian data-data kebahasaan secara konkrit”(2007:109).
Lebih lanjut Sudjianto dan Dahidi menambahkan bahwa : Kihon goi dipilih dengan mempertimbangkan(secara subjektif) ruang lingkup pemakaiannya dan dengan meneliti(secara objektif) frekuensi pemakaiannya berdasarkan tujuan seperti kihon goi yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari atau kihon goi yang diperlukan dalam bidang pendidikan.
Kata-kata penting untuk persiapan masuk perguruan tinggi pun adalah sejenis kihon goi (2007:110). Keep touch nihongo-gakka.
Komentar
Posting Komentar