Langsung ke konten utama

Kajian tentang Bilingualisme dan Diglosia

Bilingualisme dan Diglosia

Awal terbentuknya bilingualisme terletak pada keberadaan masyarakat bahasa yang berarti masyarakat yang menggunakan bahasa yang disepakati sebagai alat komunikasinya. Dari masyarakat bahasa tersebut akan menjadi sebuah teori baru mengenai bilingualisme dan monolingual.

Monolingual adalah masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa. Sedangkan bilingualisme menurut Nababan (1964:27) kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan dalam Kamus Linguistik bilingualisme diartikan sebagai pemakai dua bahasa atau lebih oleh penutur bahasa atau oleh suatu masyarakat bahasa.

Dengan kata lain kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih dalam bilingualisme berlaku secara perorangan dan juga secara kelompok kemasyarakatan. Penekanan bilingualisme disini terletak pada keadaan atau kondisi serta seorang penutur atau masyarakat bahasa.

Bilingualisme sering juga disebut dengan kedwibahasaan. Sedangkan menurut Mackey bilingualisme bukanlah fenomena sistem bahasa melainkan fenomena pertuturan atau penggunaan bahasa yakni praktik penggunaan bahasa secara bergantian.

Bilingualisme bukan ciri kode melainkan ciri pengungkapan. Bilingualisme memiliki dua tipe yang pertama bilingualisme setara yaitu bilingualisme yang terjadi pada penutur yang memiliki penguasaan bahasa secara relatif sama.

Di dalam bilingualisme setara ini terdapat proses berfikir. Tipe yang kedua yakni bilingualisme majemuk, bilingualisme ini terjadi pada penutur yang tingkat kemampuan menggunakan bahasanya tidak sama.

Sering terjadi kerancuan dalam bilingualisme ini sehingga dapat menyebabkan interferensi. Interferensi disini ialah masuknya suatu bahasa kedalam bahasa yang lain. Faktor penentu yang menyebabkan bilingualisme ialah bahasa yang digunakan, bidang penggunaan bahasa, dan mitra berbahasa.

Diglosia menurut Ferguson yakni fenomena penggunaan ragam bahasa yang dipilih sesuai dengan fungsinya. Memiliki tipe rendah dan tinggi, tipe tinggi biasanya berhubungan dengan agama, pendidikan , dan aspek budaya yang tinggi sedangkan ragam rendah digunakan di rumah, pabrik dan sebagainya.

Berbeda dengan Ferguson, Fishman beranalisa bahwa diglosia mengacu pada penggunaan bahasa yang berbeda dengan fungsi yang berbeda.

Diglosia dapat dipilah menjadi dua profil yakni diglosia pada masyarakat monolingual yang berasumsi fenomena pemilihan ragam bahasa seperti dialek dan register, dan diglosia pada masyarakat bilingual yaitu fenomena pemilihan dan penggunaan salah satu masyarakat bahasa sesuai dengan fungsinya.

Landasan dalam diglosia ini ialah pertimbangan fungsi bahasa dalam menentukan pilihan bahasa diantara dua bahasa atau lebiih, bukan kebiasaan dan kemampuan menggunakan dua bahasa.

Situasi diglosia di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu situasi pilihan bahasa dan situasi penggunaan varian bahasa. Situasi pilihan bahasa disini membandingakan kedudukan yang tinggi dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Bahasa tinggi dan bahasa rendah ditentukan oleh konteks dan situasi kebutuhan alat komunikasi yang dikaitkan dengan fungsi bahasa pilihan.

Ada empat tipe hubungan antara diglosia dengan bilingualisme. 

(1) bilingualisme dengan diglosia, 

pada tipe itu dua fenomena penggunaan bahasa terjadi. Memiliki ciri yakni anggota masyarakat mengetahui situasi yang meuntut penggunaan bahasa, baik dalam kaitannya dengan bahasa yang dipilih sesuai dengan fungsinya maupun dalam kaitannya dengan bahasa yang dipilih sesuai dengan gengsi bahasa dan varian.

(2) bilingualisme tanpa diglosia, 

memiliki ciri bahwa setiap bahasa memiliki peluang untuk digunakan tanpa perlu pembatasan fungsi tertentu. Bahasa dipilih tanpa dikaitkan dengan fungsi sosial karena fungsi sosial bahasa pada tipe ini tidak kuat.

(3) diglosia tanpa bilingualisme, 

tipe ini memiliki sebuah asumsi bahwa diantara penutur kelompok elite dan masyarakat tidak pernah terjadi interaksi dalam arti menggunakan bahasa yang dipilih. Mereka berinteraksi melalui penterjemah atau interpreter.

(4) tanpa diglosia dan tanpa bilingualisme 

tipe ini mengandalkan kemungkinan adanya masyarakat kecil, anggotanya sangat terbatas, sangat terpencil, dan egalitarian yang hanya memiliki satu bahasa dan satu ragam bahasa, serta tidak asa perbedaan peran yang dimainkan oleh gaya-gaya yang terdapat dalam bahasa itu.

Inilah sekilas Kajian tentang Bilingualisme dan Diglosia, semoga memberi manfaat bagi anda. Terima kasih telah setia singgah di nihongo-gakka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sintaksis dalam Bahasa Jepang

Tinjauan Umum Terhadap Sintaksis Sintaksis  adalah  bidang  tataran  linguistik  yang  secara  tradisional  disebut  tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan tattiein yang berarti ‘menempatkan’. Secara etimologi, sintaksis berarti menempatkan   bersama   kata-kata   menjadi   kelompok   kata  atau  kalimat.  Arifin (2008:1-2) mengemukakan sintaksis sebagai cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan (speech). Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah frasa, klausa dan kalimat. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif, misalnya rumah mewah. Frasa membicarakan hubungan antara sebuah kata dan kata yang lain. Pada contoh tersebut, baik rumah maupun  mewah,  tidak  satu  pun  yang  berfungsi  sebagai  predikat. Klausa  adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, yang sekurang-kurangnya memiliki sebuah predikat, dan berpotensi menjadi kalimat.

Teori Konsep Kanji dalam Bahasa Jepang

Teori Konsep Kanji Huruf kanji 「漢字」 adalah huruf yang di buat di China lebih dari 3000 tahun yang lalu. Huruf kanji disampaikan ke Jepang kira-kira pada abad 4 pada waktu negeri China merupakan zaman Kan. Oleh sebab itulah maka huruf tersebut dinamakan kanji yang berarti huruf negri Kan. (Iwabuchi, 1989, hal.63). Huruf kanji  mula-mula dari bentuk suatu benda kemudian dipresentasikan ke dalam bentuk tulisan sehingga bisa di baca. Seperti beberapa contoh karakter huruf Kanji yang ada di bawah ini, huruf berangsur-angsur berubah ke bentuk yang lebih sederhana dan mudah di tulis. Sehingga menjadi huruf Kanji yang kita gunakan sampai sekarang. Pengertian kanji menurut (Takebe, 1993, hal.4) adalah : 漢字は意味を表します。漢字はその意味をその読み方がわかります。漢字の「口」の元は、くちの絵でした Terjemahan : Kanji mengekspresikan arti. Dalam kanji, mengerti cara bacanya melalui arti dari kanji tersebut. Bentuk asli dari kanji kuchi「口」merupakan gambar dari bentuk mulut. Konsep Kanji Huruf kanji merupakan salah satu asp

Semantik Bahasa Jepang

Dalam kajian ini akan mengulas tentang teori-teori yang semantik bahasa jepang. Dalam teori semantik memiliki makna denotatif dan konotatif. Teori Semantik Bahasa Jepang Menurut (Chaer, 2009, hal.2) kata semantik berasal dari bahasa Yunani, sema, yang berarti “tanda” atau “lambang”, yang dimaksud dengan tanda di sini adalah tanda linguistik. Oleh karena itu semantik merupakan ilmu linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Semantik sebagai pelafalan dari istilah “la semantique” adalah salah satu ilmu dan analisis tentang makna linguistik (Parera, 2004, hal.42). Untuk pembagian semantik ke dalam ilmu bahasa, ahli semantik (Ikegami,       1991, hal.19) juga mengatakan, 言語における意味の問題は、当然言語学の一部門として意味論の対象になる。意味論は、特に区別されるときは「言語学的な意味論」(linguistic semantics)、「哲学的な意味論」(philosophical semantics)、 「一般意味論」(general semantics)というふうにそれぞれ呼ばれるが、多くはいずれの場合対しても「意味論」という名称使われる。 Terjemahan : Permasalahan arti dalam bahasa yang menjadi objek semantik adalah salah satu bagian dalam ilm

Goi dalam Bahasa Jepang

Jenis Jenis Goi Sudjianto dan Dahidi(2007:98) ) dalam Pengantar Linguistik Bahasa Jepang menjelaskan bahwa : Kosakata atau goi dapat diklasifikasikan berdasrkan pada cara-cara, standar atau sudut pandang apa kita melihatnya. Misalnya berdasarkan karakteristik gramatikalnya terdapat kata-kata yang tergolong doushi (verba), i-keiyoushi atau ada yang menyebutnya keiyoushi (ajektiva i), na-keiyoushi atau ada yang menyebutnya keiyoudoushi (ajektiva na). meishi (nomina), rentaishi (prenomina), fukushi (adverbia), kandoushi (interjeksi), setsuzokushi (konjungsi), jodoushi (verba bantu), dan joshi (pertikel). Kosakata dapat juga diklasifikasikan berdasarkan para penuturnya dilihat dari faktor usia, jenis kelamin dan sebagainya. Lalu berdasarkan pekerjaan atau bidang keahliannya di dalam bahasa Jepang terdapat beberapa senmon yoogo(istilah-istilah teknis atau istilah-istilah bidang keahlian) termasuk didalamnya kata-kata yang termasuk bidang kedokteran, pertanian, teknik, perekonomian,